PENGANTAR MANAJEMEN

PERUBAHAN DAN PENGEMBANGAN ORGANISASI




   Manajer seyogyanya mengantisipasi perubahan-perubahan dalam lingkungan yang akan mensyaratkan penyesuaian-penyesuaian bentuk organisasi diwaktu mendatang. Perubahan- perubahan dalam lingkungan dapat berwujud perkembangan teknologi, transformasi kondisi ekonomi dan politik, perubahan kualitas dan sikap karyawan, semakin pentingnya tanggung jawab sosial organisasi, dan sebagainya. Pengelolaan perubahan (transformasi) secara efektif tidak hanya diperlukan bagi kelangsungan hidup organisasi tetapi juga sebagai tantangan pengembangan.

A. KEKUATAN- KEKUATAN PENYEBAB PERUBAHAN

     Banyak aspek yang mempengaruhi suatu organisasi, dan sebagian besar faktor-faktor tersebut berubah secara kontinyu, faktor-faktor ini yang menyebabkan atau menimbulkan perubahan, berasal dari luar maupun dari dalam organisasi, berbagai faktor dalam lingkungan eksternal (luar) yang menentukan kemampuan organisasi untuk menarik sumber daya-sumber daya manusia dan bahan baku (dasar) yang dibutuhkan, atau untuk memproduksi dan memasarkan barang-barang atau jasa-jasanya, menjadi salah satu kelompok kekuatan penyebab perubahan.
Selain itu, berbagai faktor (aspek) dalam lingkungan internal yang mempengaruhi cara organisasi melaksanakan kegiatan-kegiatannya, juga membentuk kelompok kekuatan lainnya yang menyebabkan timbulnya perubahan.

Situasi ini dapat diperbandingkan (dikomparasikan) dengan situasi organisme manusia. Manusia akan memberikan tanggapan terhadap rangsangan (stimuli) eksternal dalam lingkungannya, seperti temperature apakah sedang hujan atau panas, skedul kerja untuk hari itu, dan situasi-situasi yang timbul selama sehari.

a. Kekuatan-kekuatan Eksternal

    Kekuatan-kekuatan penyebab perubahan eksternal, dalam kenyataan ada banyak kekuatan eksternal yang sangat mempengaruhi perubahan organisasi, dengan organisasi mempunyai sedikit kemampuan (kompetensi) untuk mengedalikan kekuatan-kekuatan tersebut. Organisasi bergantung dan harus berinteraksi dengan lingkungan luar (eksternal) bila ingin kelangsungan hidupnya terjaga. Oleh karena itu, segala sesuatu yang tercakup dalam mentransformasi lingkungan dapat mempengaruhi berbagai operasi organisasi dan menyebabkan tekanan perubahan.
    Perubahan organisasi terjadi karena adanya perubahan-perubahan dalam berbagai variabel eksternal, seperti sistem politik, ekonomi, pasar, teknologi dan nilai-nilai. Beberapa tipe khusus kekuatan eksternal penyebab perubahan dapat dijabarkan berikut.[1] Kenaikan biaya dan kelangkaan berbagai sumber daya alam, keamanan karyawan-karyawan dan peraturan-peraturan anti-polusi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi dalam pasar tenaga kerja, boikot pelanggan.

b. Kekuatan-kekuatan Internal

     Kekuatan-kekuatan perubahan (transformasi) internal ini merupakan hasil dari faktor-faktor seperti tujuan, srategi, keutamaan manajemerial (organisasi) dan teknologi baru, serta sikap dan perilaku dari para karyawan. 
       Kekuatan-kekuatan internal dan eksternal penyebab perubahan adalah sering saling berkolerasi. Hubungan ini terutama merupakan hasil perubahan-perubahan dalam sikap-sikap dan nilai-nilai yang mempengaruhi orang dalam sistem.

B. CARA-CARA PENANGANAN PERUBAHAN

    Setidaknya terdapat dua pendekatan utama penanganan perubahan organisasi yang dapat digunakan para manajer, pertama adalah proses perubahan reaktif, dalam hal ini manajemen bereaksi atas tanda-tanda bahwa peubahan dibutuhkan, pelaksnaan modifikasi sedikit demi sedikit untuk mengatasi masalah-masalah tertentu yang timbul. Kedua, manajemen mengembangkan suatu program perubahan yang direncanakan, yang sering dikenal atau disebut sebagai proses proaktif, melalui pelaksanaan berbagai investasi (penggunaan) waktu dan sumber daya lainnya yang berarti untuk melakukan perubahan terhadap cara-cara operasi organsisasi.
      Pendekatan pertama ─ yang lebih simpel dan lebih murah dibandingkan pendekatan kedua ─ diperlukan manajer dalam pemecahan masalah kecil dan penyesuain dari hari ke hari yang integral dengan jabatannya.
      Pendekatan kedua, program perubahan yang direncanakan berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang disengaja untuk melakukan perubahan pada status qou. Thomas dan Bennis memberikan definisi bahwa perubahan yang direncanakan sebagai perancangan dan penerapan inovasi struktural, kebijaksanaan atau tujuan baru, atau suatu refraksi dalam filsafat, iklim dan gaya mekanisme pengoperasian secara sengaja.[2]

Peranan Pengantar Perubahan

        Pengantar Perubahan (change agent) merupakan  individu yang bertanggung jawab atas peranan kepemimpinan dalam proses pengelolaan perubahan. Individu, kelompok organisasi yang merupakan sasaran perubahan dsebut sistem klien. Change Agent bisa berasal dari para anggota organisasi atau dapat sebagai konsultan dari luar organisasi.

C. PENOLAKAN TERHADAP PERUBAHAN

Berbagai reaksi khas terhadap perubahan adalah sebagai berikut:

  1. Orang mungkin menyangkal bahwa perubahan sedang terjadi. Bila ini terjadi oraganisasi kemungkinan akan terus kehilangan efektifitasnya.
  2. Orang mungkin mengabaikan perubahan. Manajer mungkin menangguhkan keputusan-keputusan dengan harapan bahwa masalah yang terjadi akan “hilang” dengan sendirinya.
  3. Orang mungkin menolak perubahan. Karena berbagai alasan manajer dan karyawan mungkin menentang perubahan.
  4. Orang mungkin menerima perubahan dan menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
  5. Orang juga mungkin mengantisipasi perubahan dan merencanakannya, seperti yang banyak dilakukan perusahaan-perusahaan progresif.
Ada tiga sumber umum penolakan terhadap perubahan:
  1. Ketidakpastian tentang akibat dan pengaruh peubahan. Para anggota organisasi mungkin secara psikologik menolak perubahan karena mereka menghindari ketidak-pastian.
  2. Ketidaksediaan untuk melepaskan keuntungan-keuntungan yang ada. Perubahan yang akan memberikan banyak manfaat bagi organisasi secara keseluruhan, belum tentu akan menguntungkan sekelompok orang atau individu.
  3. Pengetahuan akan kelemahan-kelemahan dalam perubahan yang diusulkan. Kadang-kadang para anggota organisasi akan menolak perubahan karena mereka mengetahui adanya masalah-masalah potensial yang tidak diperhatikan oleh para pengusul perubahan.

Penanggulangan Penolakan Terhadap Perubahan
  1. Pendidikan dan komunikasi. Salah satu cara untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan adalah dengan menginformasikan perubahan-perubahan yang akan direncanakan dan kebutuhan akan perubahan sedini mungkin dalam proses.
  2. Partisipasi dan keterlibatan. Bila para penolak potensial dilibatkan dalam perancangan dan implementasi perubahan, penolakan terhadap perubahan dapat dikurangi atau dihilangkan.
  3. Kemudahan dan dukungan. Pemudahan proses perubahan dan pemberian dukungan kepada mereka yang terlibat merupakan cara manajer dapat menangani penolakan.
  4. Negoisiasi dan persetujuan. Teknik lain adalah negioisiasi dengan para penolak potensial.
  5. Manipulasi dan “bekerja sama”. Kadang-kadang para manajer menjauhkan individu dan kelompok dari penolakan terhadap perubahan.
  6. Paksaan eksplisit dan implisit. Para manajer dapat memaksa orang-orang untuk menerima perubahan dengan berbagai ancaman eksplisit atau implisit, dalam bentuk kehilangan pekerjaan, penundaan promosi, dan sebagainya.
D. PROSES PENGELOLAAN PERUBAHAN
      Manajemen perubahan membutuhkan penggunaan berbagai proses sistematik yang dapat diperinci menjadi tahapan-tahapan atau bagian-bagian proses.
Proses perngelolaan perubahan harus mencakup dua gagasan dasar bila perubahan adalah mengarah pada efektifitas (daya guna) organisasi. Pertama, ada redistribusi kekuasaan dalam struktur organisasi. Kedua, redistribusi ini dihasilkan dari proses refraksi (perubahan) yang bersifat pengembangan. 

a. Tahap-tahap Proses Perubahan

Tahap 1: tekanan dan desakan. 

Tahap 2 : intervensi dan reorientasi.

Tahap 3 : diagnosa dan pengenalan masalah.

Tahap 4 : penemuan dan komitmen pada penyelesaian.

Tahap 5 : percobaan dan pencarian hasil-hasil.

Tahap 6 : penguatan dan penerimaa

b.   Pemastian bahwa Perubahan adalah Permanen
Perubahan mengharuskan bahwa para anggota organisasi mengubah cara-cara dalam mana mereka biasanya berprilaku atau bekerja. Oleh karena itu, para pimpinan (manajer) harus dapat tidak hanya untuk memperbaiki hubungan-hubungan sturktur ─ teknologi ─ karyawan dalam organisasi tetapi juga untuk membuat inovasi-inovasi dengan cara dimana perilaku manusiawi yang saling berhubungan diubah secara paling positif. Perubahan positif hanya terjadi bila para anggota organisasi mengubah perilaku mereka sesuai pengarahan yang diinginkan.
Ahli sosiologi Kurt Lewin mengemukakan bahwa perubahan ke perilakuan yang efektif akan menyangkut tiga kondisi saling berhubungan yang dialami individu.[3]
  1. Unfreezing, adalah sebuah keadaan dimana orang akan menjadi siap sedia untuk memperoleh atau mempelajari perilaku baru. Orang akan mengakui ketidaefektifan pola berikutnya sekarang dan bermaksud untuk belajar perilaku baru yang akan membuatnya lebih efektif.
  2. Changing, terjadi bila orang mulai melaksanakan suatu percobaan dengan perilaku baru. Orang mencoba pola perilaku baru dengan harapan akan menaikkan efektifitasnya.
  3. Refreezing, telah terjadi bila orang menilik bahwa pola perilaku baru yang telah dicobanya selama periode “changing” menjadi bagian dari orang tersebut.
E. BERBAGAI PENDEKATAN PERUBAHAN ORGANISASI
        Bila manajemen mengonsep suatu perubahan, maka harus memutuskan unsure-unsur apa dalam organisasi yang akan diubah. Harold J. Leavitt memberikan pernyataan bahwa organisasi dapat diubah melalui perubahan aturan, teknologi dan/atau orang-orangnya.[4] Perbaikan struktur organisasi menyangkut modifikasi dan pengaturan kembali sebagai sistem internal, seperti hubungan-hubungan tanggun jawab─wewenang aliran kerja, sistem komunikasi, ukuran dan komposisi kelompok kerja, atau hirarkhi manajerial. Perbaikan teknologi organisasi berarti perbaikan atau modifikasi faktor-faktor seperti peralatan, proses teknik, teknik-teknik riset, atau sistem produksi yang meliputi layout, metoda dan prosedur. Pengubahan orang-orang organisasi melingkupi perbaikan 1) kebijaksanaan dan prosedur penarikan seleksi, 2) kegiatan-kegiatan latihan dan pengembangan, 3) praktik balas jasa, 4) pengetahuan kepemimpinan dan komunikasi manajerial, dan 5) sikap, kepercayaan, peranan atau karakteristik-karakteristik karyawan lainnya. 

a. Pendekatan Struktural

Menurut Leavitt, usaha-usaha untuk melaksanakan perubahan organisasi melalui pengubahan sruktur dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Dalam kelompok pertama adalah inovasi-inovasi struktural yang diciptakan melalui aplikasi prinsip-prinsip perancangan organisasi klasik.
Pendekatan perubahan sturuktural lainnya adalah pengubahan organisasi melalui desentralisasi. Pendekatan ini menjadi dasar atas gagasan bahwa penciptaan satuan-satuan organisasi yang lebih kecil dan dapat berdiri sendiri akan meningkatkan motivasi para anggota-anggota satuan-satuan tersebut dan membantu mereka untuk memusatkan perhatiannya pada kegiatan-kegiatan berproritas tertinggi. Hasil yang diharapkan adalah perbaikan pretasi kerja setiap satuan.
Pendekatan perubahan struktural ketiga bermaksud melakukan perbaikan prestasi organisasi melalui aliran kerja dalam organisasi.


b. Pendekatan Teknologis

Taylor dan para pengikutnya memperbaiki dan menganalisa interaksi-interaksi antara para karyawan dan mesin-mesin untuk meningkatkan efisiensi. Walaupun perubahan-perubahan teknologi kadang-kadang diperkenalkan ke dalam organisasi tanpa rencana perbaikan unsur-unsur organisasi, hal ini sering sulit untuk diimlementasikan dengan sukses. 
Penggabungan pendekatan teknologikal dan struktural. Penggabungan pendekatan teknologikal dan struktural (atau tekno struktural) bermaksud untuk memperbaiki kinerja melalui pengubahan berbagai aspek baik struktur organisasi maupun teknologinya.

c. Pendekatan Orang

Baik pendekatan teknik maupun structural bermaksud untuk memperbaiki prestasi kerja organisasi melalui pengubahan situasi kerja. Strategi-strategi tersebut didasarkan atas anggapan bahwa penciptaan suatu hasil kerja yang tepat akan menyebabkan perilaku karyawan lebih produktif. Pendekatan-pendekatan orang, di lain pihak bermaksud untuk mengubah secara langsung perilaku karyawan melalui pemusatan pada kompetensi, sikap, persepsi dan pengharapan mereka─sehingga mereka akan melaksanakan tugas dengan lebih efektif.
  
F. KONSEP PENGEMBANGAN ORGANISASI 

        “Istilah Pengembangan Organisasi mengalami definisi yang tidak konsisten, terutaman sebagai label berbagai kegiatan”. “Warners Burke (Clark University) mengartikan Pengembangan Organisasi sebagai suatu proses perubahan dalam budaya organisasi melalui pemakaian teknologi riset dan teori ilmiah keperilakuan. Adapun Edgar Schein (MIT) mengartikan PO sebagai seluruh kegiatan yang diatur oleh para manajer, karyawan dan lain-lain yang diarahkan menuju perbuatan dan penjagaan” kesehatan sebagai suatu sistem total.[5] Definisi PO yang akan digunakan pada pembahasan selanjutnya adalah seperti yang telah dikemukakan oleh Wendell French dan Cecil Bell berikut ini;
Pengembangan Organisasi adalah suatu tindakan jangka panjang untuk memperbaiki proses-proses pemecahan masalah dan pembaharuan organisasi yang lebih baik dan kolabboratif − dengan tekanan khusus pada budaya tim-tim kerja formal ─ dengan bantuan pengantar inovasi, katalisator dan penggunaan teori dan teknologi ilmiah keperilakuan terapan, mencakup riset kegiatan.[6]
Melalui Proses Pemulihan (pembaharuan), para manajer organisasi dapat menyesuaikan gaya dan tujuan pemecahan masalah mereka untuk memenuhi berbagai anjuran pengubahan lingkungan organisasi. Jadi, salah satu tujuan PO adalah untuk memperbaiki proses pembaharuan organisasi itu sendiri sehingga para manajer secara lebih cepat mengambil gaya manajemen yang sesuai dengan masalah-masalah yang baru mereka hadapi.
Manajemen kolaboratif berarti pengelolaan melalui partisipasi bawahan dan pembagian kekuasaan, dan bukan melalui pembebanan wewenang secara hirarkis.
Istilah budaya berkenaan dengan pola-pola umum berbagai kegiatan interaksi, norma, nilai, sikap, dan perasaan. 
Riset kegiatan merupakan cara pengantar perubahan PO menjalankan proses belajar aspek-aspek organisasi apa yang perlu diperbaiki dan bagaimana organisasi dapat dibantu untuk melakukan perbaikan-perbaikan tersebut. Secara ringkas, riset kegiatan meliputi (1) suatu PO; (2) Pengumpulan data untuk mendukung diagnose; (3) umpan balik data (masukan) kepada para anggota organisasi, (4) eksplorasi data oleh para anggota organisasi, (5) perencanaan kegiatan yang tepat, dan (6) pengambilan kegiatan yang tepat.

Teknik-teknik Pengembangan Organisasi
Teknik-teknik PO dapat digunakan untuk melakukan perbaikan terhadap efektivitas perseorangan, hubungan pekerjaan antara dua atau tiga individu; penfungsian kelompok-kelompok, hubungan antar kelompok; atau efektivitas organisasi keseluruhan. Berikut ini akan dibahas secara ringkas mekanisme atau cara-cara yang digunakan untuk setiap kelompok sasaran.
  1. PO untuk perseorangan, Latihan sensitifitas adalah teknik PO pertama dan cukup meluas penggunaannya.
  2. PO untuk dua atau tiga orang. Analisa transaksional menekankan perhatiannya pada gaya dan isi komunikasi (transaksi atau berita) antara orang-orang. Ini menginstruksikan orang-orang untuk mengirim berita yang jelas dan bertanggung jawab serta memberikan tanggapan yang wajar dan beralasan.
  3. PO untuk tim, atau kelompok. Dalam konsultasi proses (mekanisme), seorang konsultan bekerja dengan para anggota organisasi untuk membantu mereka memahami semangat hubungan-hubungan pekerjaan dalam berbagai situasi kelompok atau tim.
  4. Pengembangan Organisasi untuk afiliasi-afiliasi antar kelompok. Untuk membolehkan organisasi menilai kesehatannya sendiri dan untuk menetapkan strategi-strategi kegiatan bagi perbaikan, pertemuan (rapat) konfrontasi dapat digunakan.
  5. PO untuk Organisasi keseluruhan. Teknik peninjauan umpan balik dapat digunakan untuk memperbaiki operasi-operasi organisasi keseluruhan. Ini meliputi bimbingan sikap dan survei-survei lainnya serta pelaporan hasil-hasils secara sistematik kepada para anggota organisasi.

Grid OD     
Dalam “grid OD”, Pengantar perubahan menerapkan daftar pertanyaan untuk menentukan gaya para manajer sekarang, membantu mereka untuk menguji kembali gaya –gayanya dan bekerja menuju efektivitas 9.9. Program “grid OD” biasanya mempunyai enam tahap :

Tahap 1 : Latihan. Para manajer kunci mempelajari konsep-konsep grid dan bagaimana penerapannya dalam suatu seminar panjang. 

Tahap 2 : pengembangan tim. Para manajer yang terlatih membawa pengertian baru mereka tentang konsep-konsep kisi-kisi manajerial ke situasi kerja. 

Tahap 3 : Pengembangan antar kelompok. Tahap ini memusatkan pada afiliasi antara kelompok-kelompok kerja organisasi untuk memperbaiki koordinasi dan kerjasama. 

Tahap 4: penetapan tujuan organisasional. Manajer-manajer puncak secara bersama menciptakan model organisasi yang ideal. Mereka menetapkan tujuan-tujuan yang telah diuji, dievaluasi, dan dirumuskan oleh para manajer dan bawahan yang bekerja bersama di seluruh organisasi. 

Tahap 5: pencapaian tujuan. Para anggota organisasi berusaha untuk membuat model realitas yang ideal. 


Tahap 6: Stabilisasi. Hasil-hasil dari semua tahap dievaluasi untuk menentukan bidang-bidang organisasi mana yang masih membutuhkan perbaikan atau perubahan.

Berbagai Kondisi bagi Keberhasilan Program-program PO

French dan Bell telah menemukan sekumpulan kondisi yang diperlukan bagi sukses program PO, yang secara ringkas dapat diperinci sebagai berikut :

1. Pengenalan oleh manager puncak atau lainnya bahwa organisasi mempunyai berbagai masalah.

2. Pemakaian ahli keperilakuan dari luar organisasi sebagai konsultan.

3. Dukungan dan keterlibatan para manajer tingkat atas.

4. Peran serta para pemimpin kelompok kerja.

5. Pencapaian sukses awal dengan usaha Pengembangan Organisasi

6. Pendidikan bagi para anggota organisasi tentang PO

7. Pemberian prestasi terhadap kekuatan–kekuatan para manajer

8. Keterlibatan para manajer departemen sumber daya manusia (personalia)

9. Pengembangan sumber daya PO internal

10. Pengukuran hasil-hasil

Puncak dan telah terbukti bekerja lebih baik dalam lingkungan dengan kondisi-kondisi di atas disbanding lainnya. Sebagai contoh, PO akan lebih efektif dalam organisasi yang memiliki “iklim” dimana derajat partisipasi (dukungan) dan bawahan lebih tinggi. 



[1] Lihat misal: Peter F. Drucker, Managing in Turbulent Times, Harper & Low, New York, 1980.
[2] John. M. Thomas dan Warren G. Bennis, eds., The Management of Change and Conflict, Penguin books, Baltimore, 1972, halaman 209.
[3] Kurt Lewin, “froenties in Group Dynamics : Concept, Method, and Reality in Social Science”, Human Relations, 1 juni 1947, halaman 5-14
[4] Hrold J. Leavitt, “applied Organization Change in Industry : Structural, Technical, and Human Approaches” dalam W.W. Cooper, H.J. Leavitt & M.W Shelly II, eds, New Perspectives in Organization Research, Wiley, New York, 1964, halaman 55-71 ; atau dapat dibaca dalam James A.F. Stoner, op.cit., halaman 388-391, dan Leon C. Mengginson, Donald C. Mosley & Paul H. Pietri, Jr., Op.cit., halaman 421-432. 
[5] D.D Warrick, ed., Academy of Management OD Newsletter, Winter 1978.
[6] Wendell L. French & Cecil H. Bell, Jr. Organization Development : Behavioral Science Interventions for Organization Improvement, edisi kedua, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New York, halaman 38-45. 

0 Response to "PENGANTAR MANAJEMEN"

Posting Komentar