ILMU METODELOGI STUDI ISLAM




A.     Ilmu Menurut Islam
     Anjuran untuk menuntut ilmu digambarkan Al-Qur’an pada wahyu paling pertama yang diturunkan. “Iqra”, begitulah redaksi perintah tersebut. Kata “iqra” tidak hanya diartikan sebagai “bacalah”, tapi juga bisa diartikan sebagai “telitilah” dan “ketahuilah”. Ayat tersebut, tidak disebutkan tentang apa yang harus “dibaca” tetapi juga diartikan “dengan nama Rabb (Tuhan)” yang menunjukkan bahwa aktivitas itu harus bernilai ibadah dan secara umum juga bernilai bagi kehidupan. Oleh karena itu, maka tinjaulah alam, tinjaulah sejarah, sampai tinjaulah diri sendiri. Alat peninjau itupun sudah dipaparkan secara jelas oleh Al-Qur’an. Potensi yang dimiliki manusia untuk memahami pengetahuan diartikan sebagai pendengaran, penglihatan, akal, dan hati. Perintah untuk menguasai teknologi menjadi semakin kuat yaitu dengan pernyataan dalam Al-Qur’an bahwa alam ditundukkan untuk dikuasai manusia.
       Sebuah motif tidak langsung ditimbulkan oleh Al-Qur’an terhadap penyelidikan ilmiah. Tujuan utama umat Muslim adalah memahami kandungan dari pedoman hidup mereka, yaitu Al-Qur’an. Sebagian ada yang ‘mudah’ dipahami namun ada juga sebagian ‘tidak dapat’ dipahami  kecuali dengan pengetahuan dan penyelidikan ilmiah.
       Di sisi lain, Al-Qur’an juga mendeskrispsikan gambaran umum tentang objek sains yang dapat dipelajari. Objek ini diistilahkan “ayat” yang ada pada alam maupun pada diri manusia itu sendiri. Sebagaimana yang telah dikatakan bahwa ada sekitar 700 ayat yang membicarakan fenomena alam. Penjelasannya kadang bersifat umum dan kadang rinci dan semuanya bernilai kebenaran (Al-Qur’an adalah kebenaran mutlak/pasti). Beragam pembahasan tentang penciptaan alam, astronomi, bumi, hewan, tumbuhan, sampai tentang kelahiran manusia. Hal-hal tersebut sekarang ini dapat dibuktikan oleh sains modern.
B.      Sejarah Perkembangan Sains Islam
      Peradaban Yunani merupakan sebuah peradaban yang brilian (cemerlang). Dari sana terbukti (melalui peninggalan artefak) dihasilkan berbagai macam ilmu dari mulai bidang matematika, geografi, astronomi sampai bidang kedokteran. Tokoh-tokoh yang memelopori peradaban tersebut diantaranya Aristotle, Socrates, Archimedes, Euclid, Galen, dan Ptolemy. Kejayaan ini kemudian diwarisi oleh imperium Romawi yang ruang lingkupnya meliputi seluruh Eropa ditambah sebagian Timur Tengah dan Afrika Utara. Abad ke-5 Masehi, akhirnya Romawi runtuh oleh invasi para barbarian.
        Sekitar akhir abad ke-15 sampai abad ke-17 terjadilah ‘kebangkitan’ Eropa yang dikenal dengan istilah Renaissance. Tanpa disadari kecemerlangan peradaban Yunani-Romawi sukses dengan sains, teknologi, dan seni sebagai indikator kecemerlangannya. Muncul pertanyaan, dimanakah beredarnya ilmu pengetahuan dalam jangka waktu sepuluh abad kegelapan Barat? Jawabannya adalah peradaban Islam. Zaman keemasan dan kejayaan Islam diwarnai dengan pewarisan pusaka sains Yunani dan pengembangan serta penerapannya yang kemudian diadopsi oleh Barat untuk meraih kebangkitan kembali. Sebuah sumbangsih filsafat Islam bagi kemajuan sains Barat.
       Sejarah panjang Islam telah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan adalah Islam. Pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan bisa ditelusuri terutama sejak Rasulullah hijjrah ke Madinah. Disana beliau mulai membangun institusi-institusi khusus sehingga kemudian menjadi model pendidikan Islam pada masa-masa berikutnya. Al Suffah adalah “universitas” pertama yang dibangun oleh Rasulullah di Madinah. Mahasiswanya disebut Ashab al-Suffah, atau Ahl al-Suffah. Di dalamnya mereka menulis, membaca, belajar hukum-hukum Islam, menghafal dan mengamalkan Al-Qur’an, belajar tajwid dan ilmu-ilmu Islam lainya. Semua diajarkan secara langsung di bawah pengawasan Rasulullah. Ubaidah ibn al-Samit ditunjuk Nabi menjadi guru di madrasah al-Suffah untuk mengajarkan tulis menulis dan ilmu-ilmu Al-Qur’an.
Aktifitas ilmiyah dalam rangka memahami Al-Qur’an yang mengestimasikan pandangan hidup Islam dan yang memiliki struktur konsep keilmuan di dalamnya itu hingga pada akhirnya melahirkan komunitas ilmuan atau dikenal dengan isltilah "scientific community". Komunitas ilmuan atau ulama dalam Islam ini kemudian mewariskan ilmunya dari generasi ke generasi sehingga membentuk tradisi keilmuan dan juga disiplin ilmu.
Selang rentan waktu, kemajuan Islam dalam sains ini terjadi di Andalusia. Pada masa itu Andalusia merupakan kawasan yang paling beradab di dunia, dimana perkembangan sains, politik dan kehidupan sosial lainnya saling menopang dan juga saling kerjasama dalam sebuah harmoni kehidupan. Puncaknya yaitu pada abad ke 13 sampai abad ke 16. Tahun 1259 berdirilah observatorium Maragha, sehingga makin pesatnya perkembangan aktifitas astronomi pada saat itu. Bahkan pada masa itu lahir seorang astronom Muslim terkenal yaitu Ali Ibn Ibrahim Ibn Shatir (1304-1375), yang hasil karyanya memberi inspirasi kepada Copernicus untuk menemukan teori holeosentris. Kajian sejarah ini akan semakin panjang apabila kita membahas tokoh-tokoh saintis Muslim yang berwibawa seperti tokoh Ibn Haytham, Ibn Syna, al-Khawarizmi, al-Biruni, Omar Khayyam dan lain sebagainya.
Para ahli secara lebih rinci membagi perkembangan sains Islam ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah pewarisan dan penerjemahan. Di masa ini dilakukan pengumpulan berkas-berkas penulisan Yunani untuk kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Lembaga terkenal yang mengoleksi dan mentarjimkan tersebut salah satunya adalah Baitul Hikmah yang dibangun oleh pemerintahan Khalifah Al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah. Tahap kedua adalah pengklasifikasian cabang-cabang ilmu dan kemudian merumuskan metode ilmiah dalam mempelajari serta membuktikannya. Tahap ketiga adalah pengembangan dan penemuan ilmu-ilmu pengetahuan baru.
C.     Karya Emas Islam di Bidang Sains
adapun penjelasan singkat mengenai beberapa cabang sains yang berkembang beserta tokoh-tokoh yang memeloporinya:
     a. Kosmologi
Kosmologi yaitu ilmu yang mempelajari tentang sejarah, struktur, dan cara kerja alam semesta secara keseluruhan. Ilmu ini telah berkembang selama ribuan tahun dalam bermacam bentuk: mitologi dan religius, mistis dan filosofis, dan astronomis.
Ibn al-Shatir adalah seorang astronom muslim ternama yang bersama timnya mentarjimkan model kosmik Ptolemeus (pada naskah Almagest/Al-Majisti) ke dalam konsep yang diterapkannya supaya lebih cocok dengan apa yang terlihat di langit.
     b. Matematika
Dari berbagai ahli matematika Islam yang terkenal, terdapat pula seorang ahli yaitu Banu Musa bersaudara yang meneliti angka-angka geometri yang saling berhubungan. Ibn al-Haytham mempelajari isometrik (berukuran sama). Tsabit ibn Qurra, Nasiruddin al-Tusi, dan Umar Khayyam juga mengkaji postulat Euclid (yang buku aslinya berjudul Elements). Al-Khawarizmi juga yang mengenalkan konsep aljabar dan algoritma. Trigonometri pun pada dasarnya adalah ciptaan matematikawan Islam. Belum lagi Abu Rayhan al-Biruni yang mendefinisikan karya Euclid ke dalam bahasa Sansekerta dan menghitung keliling serta jari-jari bumi secara presisi.
      c.Astronomi
Putra Hunain ibn Ishaq merupakan penerjemah kenamaan abad ke-9, beliau membuat terjemahan Almagest (berisi tentang kinematika langit) karya Ptolemeus. Konsep Aristoteles yang membahas tentang sfera padat dan diperkenalkan pada peradaban Islam melalui karya-karya Ibnu al-Haytham tetap menjadi model terpenting selama berabad-abad. Tsabit ibn Qurra dan Ibn Yunus, dikenal sebagai pengelola observatorium yang didirikan di berbagai tempat. Al-Biruni (ditambah peran Al-Khawarizmi) juga menghasilkan data pengamatan yang membentuk dasar-dasar buku pedoman untuk jadwal astronomi penting yang dikenal sebagai zij. Al-Tusi yang dikenal dengan konsepnya Tusi Couple, mengajukan model hipotesis tentang gerakan episiklus. Model tersebut selanjutnya diterapkan oleh Ibn al-Shatir yaitu dengan konsep gerakan planeter yang belakangan ternyata menunjukkan kemiripan dengan persamaan skema Copernicus. Abdurrahman Al-Sufi telah menguraikan dalam bukunya Kitab Suwar al-Kawakib al-Thabita (Risalah tentang Konstelasi Bintang-bintang Tetap) ia menguraikan tentang 48 konstelasi Ptolemeus.
       d.Kedokteran
Dibidang kesehatan, Islam juga mewarisi dan mempelajari keberhasilan dari Yunani, Romawi klasik, Syria, Persia, serta India. Karya utama yang diterjemahkan dan menjadi basis ialah De Materia Medica yang disusun Dioscorides. Pusat-pusat penerjemahan, Perpustakaan dan rumah sakit sebagai sebuah lembaga yang telah dikembangkan dengan cara perubahan (revolusioner) yang dapat membentuk jalan bagi sains kesehatan.
Al-Ruhawi memberikan karya berjudul Adab al-Tabib atau dikenal dengan istilah Kode Etik Dokter yang merupakan salah satu naskah berbahasa Arab pertama yang membahas masalah etika medis. Al-Razi (dikenal di Barat dengan sebutan Rhazes) yaitu dengan karyanya Tentang Cacar dan Campak yang didefinisikan ke dalam bahasa-bahasa Barat hingga cetakan ke-40. Ia juga telah menulis 23 jilid Al-Hawi atau disebut dengan istilah Kitab yang Lengkap yang merupakan salah satu naskah pengobatan paling lengkap dan populer sebelum abad ke-19. Ibn Sina (Avicenna) dengan karyanya yang fenomenal Al-Qanun berupa ensiklopedi (kamus besar) pembahasan medis serta senyawa, obat, dan alat pengukuran. Ibn Zuhr (dikenal di Barat dengan sebutan Avenzoar), Ibn Rusyd, dan Maimonides adalah ahli-ahli kedokteran lainnya. Tidak ketinggalan juga Ibn al-Baytar dengan karyanya Al-Jami’ fi al-Tibb yang merupakan teks Arab terbaik berkaitan dengan botani pengobatan (farmakologi) dan tetap digunakan sampai masa Renaissans.
    e.Kimia
Jabir ibn Hayyan (dikenal di Barat dengan sebutan Geber) adalah legenda di bidang ini. Ia memfokuskan pada prinsip keseimangan dan hubungan numerik benda-benda. Ia tidak hanya mahaguru laboratorium tapi juga analis yang teliti. Ia mengetahui cara-cara menghasilkan besi, kain tenun, mewarnai kulit, dan baju anti air. Al-Razi juga memberikan sumbangan di bidang ini berupa proses kimia dasar seperti penyulingan (distilasi), kalsinasi, kristalisasi, penguapan, dan penyaringan. Perkakas lab yang ia gunakan diperbaiki dan dikembangkan sampai menjadi kotak, gelas kimia, labu kaca, corong, dan tungku pembakaran yang standar menyerupai yang terdapat pada masa modern. Ia juga membuat pengelompokan sistematis terhadap zat-zat mineral hasil alami maupun yang dibuat di lab.
   
D.     Pembuktian Sains Dalam Al-Quran
Surah Al-Qiyamah ayat 36-39
 

 
 




Terjemah:
“Apakah manusia mengira bahwa manusia ditinggalkan begitu saja (tanpa pertanggungjawaban)? Bukankah dia dahulu nuthfah dari mani yang dituangkan (ke dalam rahim), kemudian ia menjadi ‘alaqah, lalu Allah menciptakannya dan menyempurnakannya? Lalu Allah menjadikan darinya sepasang lelaki dan perempuan.” (Al-Qiyamah : 36-39)
Ayat di atas secara tegas menyatakan bahwa nuthfah merupakan bagian kecil dari mani yang dituangkan ke dalam rahim. Kata nuthfah dalam bahasa arab adalah “setetes yang dapat membasahi”.[1] Ternyata, informasi al-Quran tersebut sejalan dengan penemuan ilmiah pada abad kedua puluh ini yang menginformasikan bahwa pancaran mani yang berasal dan menyembur dari alat kelamin laki-laki mengandung sekitar 200 juta benih manusia, sedang yang berhasil bertemu dengan ovum hanya satu saja. Itulah yang dimaksud Al-Quran dengan nuthfatan min maniyyin yumna (nuthfah dari mani yang memancar).[2]


[1] Drs. Nanang Gojali, M.Ag, op cit, h. 108
[2] M. Quraish Shihab, op cit, h. 168

0 Response to "ILMU METODELOGI STUDI ISLAM"

Posting Komentar